Monday, January 30, 2017

Malam mencumbu hujan

Atas nama alam semesta, reguklah seluruh udara yang Tuhan limpahkan untukmu, hirup sedalam-dalam yang kau mampu, dan nikmati setiap lekuk kenikmatan, ketika deru nafas mulai mengembang-kempiskan dadamu, yang senantiasa membuatmu tetap hidup.

Lalu cumbui dinginnya hujan, yang berlari membasuh wajahmu, turun seketika, menyelinap masuk diserap bumi, hingga tanah pun menghembuskan aroma kehidupan, yang sedari dulu kau rindukan.

Hidup memang sudah seharusnya seperti itu, bersulang dalam bahagia, yang kerap membuatmu tertawa renyah, terasa hangat dan terlihat begitu mempesona.

Sayangnya, ketidaksabaran Tuhan, seringkali membuatmu terpaksa menanggung sejuta perih yang mendidih, begitu terik dan menyesakkan, mengupas jiwamu selapis demi selapis, hingga kau terlalu lelah, bahkan hanya untuk sekedar bermimpi.

Dan ketika kau coba berteriak, menangis sekencang-kencangnya, kenyataan masih saja seperti itu, selalu sama, tak bergeming sama sekali. Sungguh, Ketidakberadaanmu, membuat hidup terasa terlalu panjang untuk dilalui.

Terkadang, saya terpaksa harus sesekali berhenti, meretas letih yang semakin sering terasa, disela-sela perjalanan, yang kian hari makin terasa membosankan. Masih terlalu banyak persimpangan didepan sana, dan sialnya, semua terlihat sangat sama.

Konon, hidup bisa terasa sedikit lebih indah, ketika kau tak menyimpan terlalu banyak harap.

Saya senantiasa menganggap yang pernah hadir dalam hidup saya adalah yang terbaik, meski akhirnya ada rasa sakit yang tertinggal.

Saya tidak pernah membandingkan satu dengan yang lainnya, karena saya juga tidak mau di bandingkan. Setiap manusia itu istimewa karena di ciptakan sebagai penyeimbang dan pelengkap satu sama lainnya.

Dan kini, saya telah sandarkan semua mimpi dan harapan yang tersisa, disini, pada malam yang mencumbu hujan.

Kosong dan gelap

Saat mata terpejam, nafas pun teratur mengikuti sebuah alur kenangan, merambati jejak per jejak tembok kesunyian, Perlahan lahan saya terjerembab diruang yang pekat, kosong tak ada keramaian, tak ada.

Ketika nyawa melayang diatas udara melewati tiap langit langit kamar, menusuk halus, bebas dan tak ada sebuah larangan.

Saya berada diruang kekosongan, diantara ribuan warna hitam dan dimensi lainnya, pekat, tak ada warna lainnya serta diantara sebuah mimpi mimpi indah.

Lupakan saja, hilang kan semua pikiran. Jelaskan kepada warna hitam pekat itu, mengapa warna hitam itu selalu gelap? Ah biarlah, itu hanya ruang kosong mu saja!

Mungkin mereka yang selalu melihat warna hitam adalah gelap, hanya mereka yang tidak suka kedamaian..

Tidurlah

Friday, January 27, 2017

SETIA

Mungkin bagi setiap orang dimuka bumi ini mendengar kata "Setia" adalah sebuah hal lazim, bahkan ada banyak yang menganggap kata tersebut adalah sebuah kekonyolan kata semata.

Mengingat kata tersebut hanya terdapat didalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia saja, karena banyak orang yang tidak mampu untuk mewujudkan pengertian kata tersebut didalam kehidupan nyata.

Contoh seperti, setia sesama teman, setia terhadap pacar, setia terhadap istri/suami, dan setia terhadap Agama. Banyak dari mereka yang selalu mengabaikan kata sakral tersebut, sehingga membuat kata tersebut dianggap sebuah lazim atau kekonyolan didalam kehidupan nyata.

Akan tetapi untuk sebuah pribadi, saya mempresentasikan sebuah kata "Setia" itu kedalam kehidupan saya terhadap sepak bola, dimana saat ini saya ingin membuktikan bahwa kata "Setia" itu dapat kita wujudkan dari sebuah hal kecil, yaitu sepak bola.

Ya setia terhadap suatu klub sepak bola adalah sebuah keharusan, karena didalamnya kita bercinta untuk suatu nama , yaitu nama besar klub yang kita cinta.

Selayaknya cinta kita terhadap pasangan, cinta saya terhadap klub ini pun begitu luar biasa. Tahun 2014 dan tahun kemarin adalah ujian terberat saya mencintai klub sebesar Persija, selain kegagalan Persija di 2 final (Ligina & Copa Indonesia) tahun 2004/2005.

Saya mengenal tim ini sejak sekolah dasar, tepatnya saat kelas 2, saat zaman Bambang Pamungkas membawa bola masih tersandung, waktu Yeyen tumena masih tangguh untuk dilewati Kurniawan Dwi Julianto, saat mbeng Jen menjadi kiper terbaik asing, ataupun Miro baldo Bento yang masih berwarga negara Indonesia, hingga sekarang si the next superstar Ambrizal umanailo.

Kesetiaan saya terhadap klub ini begitu luar biasa, untuk terakhir kali saya melihat klub ini berpesta pora, mengelilingi kota Jakarta membawa piala, hingga menceburkan dirinya di kolam bundaran HI yang masih direnovasi sehingga kaki saya dan teman teman saya pun berdarah terkena bekas patahan pipa bekas, maklum seorang bocah ingusan kelas 2 sekolah dasar yang norak melihat tim oranye menjadi kampiun 2001.

Kembali ke kata "Setia", bagi saya kata tersebut menjadi sebuah kata keharusan didalam diri saya, karena mencintai klub ini perlu banyak kesetiaan, perjuangan dan cinta!

Terakhir kali, saya mendapati sebuah penglihatan buruk mengenai performa Persija di ajang TSC 2016 (Torabika Super Championship) , dimana tim yang saya cintai menempati urutan ke 14 dan terseok-seok dipapan bawah.

Mengenai hal tersebut, kembali kata "Setia" lah yang selalu saya lontarkan didalam hati saya, karena saya mencintai klub ini bukan karena sesuatu.

Disaat Persija "Ditinggal" beberapa suporter musimannya, saya selalu hadir saat mereka berlatih. Barangkali jika ada salah satu pemain yang menghafalkan Wajah saya, mungkin mereka mengetahui keberadaan saya. saya selalu memberikan sebuah semangat, menularkan sebuah energi positif, itu semata-mata karena saya setia terhadap klub ini.

Disaat Persija "Dihina" oleh beberapa musuhnya, saya adalah orang pertama yang membelanya, berusaha keras memperjuangkan nama baiknya.

Sampai saat ini pun saya selalu setia terhadap Persija, saya berusaha semaksimal mungkin untuk percaya kepadanya, bahwa kebangkitan itu ada!

Bahkan, saya akan tetap setia menanti mereka merebut kembali piala itu untuk mengelilingi kota Jakarta lagi.

Setia itu dapat kita wujudkan, tergantung dari sikap individunya masing-masing, seperti saya terhadap sebuah hal kecil didalam sepak bola, yaitu..

Setia terhadap kebanggan..

Karena Setia itu mahal harganya, bukan SEtiap TIkungan Ada 😁✌

Sekian

Friday, January 20, 2017

Jakarta belong to us

Jakarta..
Kota yang selalu sibuk dengan segala aktivitas nya ini adalah tempat dimana saya dilahirkan dan dibesarkan.

Jakarta..
Adalah kota heterogen yang didalamnya terdapat berbagai macam suku bangsa, saya menyebutnya "Jakarta adalah Indonesia kecil" karena terdiri dari berbagai suku.

Disini saya akan menceritakan sebuah ironi dari hati kecil saya tentang Jakarta yang perlahan - lahan tidak dihargai oleh warga yang menempatinya.

Banyak sebagian warga Jakarta yang mengeluh tentang kesemrawutan daerah Jakarta , padahal menengok kebelakang kesemrawutan itu sendiri terjadi kurang lebih dari diri kita sendiri yang selalu menganggap remeh suatu peraturan di Jakarta.

"Jakarta itu macet, panas, banjir, kumuh, padat, sumpek.."

Begitulah stigma negatif yang selalu dilontarkan oleh beberapa orang bahkan hampir sebagian warga Jakarta yang mengeluh tentang keaadan Jakarta.

Mendengar lontaran kata keluhan dari setiap warga Jakarta tersebut membuat hati kecil saya teriris.

Mereka yang selalu mengeluh tentang keadaan Jakarta yang selalu menghina Jakarta bukan kah mereka juga yang suka mengais rezeki di tanah yang katanya panas, sumpek, banjir, kumuh dan padat itu ? Iya bukan ? Sepertinya begitu.

Apakah pantas kalian yang suka mengais rezeki di tanah ini tapi kalian juga menghina tanah ini? menjilat ludah sendiri itu lebih menjijikan.

Harapan saya terakhir disini adalah, marilah kita junjung tinggi daerah tempat tinggal kita , tempat dimana kita mencari nafkah, tempat kita bersuka ria..

Bukankah pepatah mengatakan kalau dimana bumi berpijak, disitu langit dijunjung? :)

Jakarta, belong to us.

Sekian..

Maka, kau harus Maluku untuk mencintaiku

 Oleh temanku, Rahmat Hidayat Madubun (Sombanussa) Pagi ketika aku terbangun, ketika pintu terbuka,jendela terbuka, aku masih tekun merindui...