Sepak bola, pada umumnya di dominasi oleh Laki-laki. Mulai dari kelompok umur, hingga senior. Sejak awal sepak bola tidak pernah di daulat menjadi olah raga bagi perempuan. Fanatisme yang di lakukan penggemar sepak bola maupun pelaku sepak bola itu sendiri dalam hal ini laki-laki, sungguh teramat keras, menantang dan memberikan shock terapi yang amat dalam, membuat memutar balikan fakta perempuan yang begitu feminis, dan itu kemungkinan banyak yang skeptis akan hal tersebut, mengenai keberadaan perempuan di ruang lingkup sepak bola.
Di dalam industri Sepakbola saat ini setiap minggunya sepakbola telah menghiasi ruang ruang keluarga Setiap akhir pekan, dimana pria sibuk menonton pertandingan dan wanita sibuk memasak di dapur, begitu pula di cafe atau tempat tempat nobar pertandingan sepakbola lainnya; yang dimana wanita hanya datang ke tempat tersebut untuk sebagai pelengkap pasangnya atau sekedar menjadi pemanis tontonan pertandingan dan tentunya lengkap dengan menggunakan Jersey couple dengan pasangan mereka. Padahal sejatinya sepakbola tidak memiliki jenis kelamin, tapi rasanya kesan maskulinitas tersebut begitu erat dengan olahraga sikulit bundar yang satu ini.
Memang sepak bola tidak pernah memiliki jenis kelamin, tapi pada kenyataan nya, olahraga tersebut memiliki sentimen terhadap feminisme dan nyatanya kapitalis lebih menjaga kepercayaan mereka terhadap pria dan tidak heran, perempuan di kaitan sepak bola hanya dianggap sebagai pemanis belaka
Pola dominasi pria yang di sematkan kepada sepak bola adalah hasil dari "policing" laki-laki terhadap reaksi kelompok yang lebih rendah dan terpinggirkan terhadapnya. Justru, kita harus menekankan betapa pentingnya kesetaraan dan mengeksplorasi bagaimana perempuan bisa berkontribusi terhadap marginalisasi nya sendiri dalam dominasi pria.
Dewasa ini supporter sepak bola tidak hanya didominasi oleh kaum pria tetapi juga sudah mulai terlihat wanita. Entah itu di tribun - tribun liga lokal, atau entah itu di tribun-tribun sepak bola alternatif lain nya. Adanya fenomena yang menarik dimana hampir setiap pertandingan sepakbola semakin sering ditemui kehadiran supporter wanita dan jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh: Hal ini pernah terjadi di inggris dimana berdasarkan survey yang dilakukan oleh Sir Norman Chester Center for Football Research menunjukkan bahwa jumlah supporter perempuan menunjukkan bahwa jumlah supporter perempuan mencapai 12% dari total keseluruhan supporter Liga Premiere dan jumlahnya terus meningkat hingga 15% pada tahun 2002.
Secara umum, peningkatan dominasi perempuan dalam sepak bola dewasa kini sudah dalam beberapa ruang, ada di lapangan maupun di luar lapangan.
Ada satu hal kekeliruan yang konyol disaat sebagian besar dari kita yang begitu mencintai olahraga ini lebih familiar dengan nama nama wags "pacar atau istri para pemain sepakbola pria" dibandingkan dengan nama nama seperti Ada Hergerberg, Fran Kirby, Megan Rapinoe, Alex Morg, Shafira Ika ataupun Zahra Musdalifah. Keberadaan mereka saat ini, telahendominasi ruang-ruang sepak bola, entah itu di lapangan atau di tribun.
Selain masalah Industri Bisnis dalam perkembangannya; sepakbola wanita juga menghadapi banyak tantangan lain yaitu soal seksisme. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Seksisme adalah diskriminasi dan/atau prasangka terhadap seseorang yang bergantung terhadap seks. Pada tahun 2019 yang lalu untuk pertama kalinya hadir sebuah kompetisi Sepakbola Wanita di Indonesia yaitu Liga 1 Putri, dimana edisi pertama ini Persib Putri keluar sebagai Juara.
Sebetulnya, dengan diadakan liga 1 putri menjadi anomali di Negara seperti Indonesia; dimana budaya ketimuran yang masih kuat, ada istilah "Cara terbaik untuk mengembalikan sisi feminisme wanita adalah dengan cara menjadi istri dan ibu yang baik" atau "Untuk apa wanita sekolah tinggi, toh ujungnya hanya berakhir di dapur juga" tentunya di zaman yang telah maju seperti ini hal atau istilah seperti ini tentu nya bertentangan dengan semangat emansipasi yang selalu digaungkan selama ini.
Pada perjalanan nya terdapat beberapa kasus seksime yang cukup menarik perhatian sepanjang kompetisi berlangsung Liga 1 Putri, diantaranya terjadi pada pertandingan Persija melawan persib. Saat itu sehari sebelum kickoff misal, akun Facebook Meme & Rage Persija membagikan meme yang menyebut para pemain Persib dengan sebutan kurang mengenakan ‘Maung Lonte’. Maung merujuk ke julukan Persib Bandung, sementara kata kedua adalah istilah—yang menurut KBBI—biasa dipakai untuk mengidentifikasi perempuan tunasusila.
Kejadian kedua terjadi pada pertandingan Arema melawan Persebaya, ulah suporter Arema FC yang membuat spanduk bertuliskan “Bantai Purel Dolly” Purel adalah istilah gaul yang biasa digunakan untuk melabeli pemandu karaoke di tempat hiburan, sementara Dolly adalah salah satu kawasan lokalisasi di Surabaya.
Lalu dalam beberapa kejadian sering terhadi pelecehan seksual terhadap kaum perempuan di dalam tribun, entah itu dilakukan oleh petugas yang menjaga pintu gate (stweard) dengan dalil "Standart operasi pelayanan" yang pada harusnya ditangani oleh petugas yang sama-sama gender bukan berbeda, atau pelecehan tersebut bisa di lakukan oleh mereka yang sama-sama berdesakan untuk mengantri pintu masuk menuju stadion.
Sadarkah kita, sampai saat ini perempuan dalam sepak bola masih harus bergelut untuk merebut tempat mereka, merebut untuk bisa di akui sebagai eksitensi mumpuni dalam sepak bola, merebut pandangan "mereka" agar terhindar dari seksisme dan pelecehan, sayangnya pada kenyataan di lapangan kultur penggemar sepak bola selalu saja mengasosiasikan dan merujuk pada hal negatif dan maskulinitas, yangembuat kemunculan bahwa perempuan dalam sepak bola di anggap hal yang tabu dan kental dengan sterotipe buruk di masyarakat, karena pandangan kultur sepak bola kita itu sendiri.
Kesadaran untuk kesetaraan kebebasan suporter perempuan dalam sepak bola adalah sebuah keniscayaan semata, karena dalam sepak bola masih ada beberapa penentangan dan stigma buruk masyarakat bahkan keluarga terhadap penilaian suporter perempuan, namun pada kenyataan nya perempuan dalam sepak bola sudah mulai di perhitungkan. Masuknya perempuan dalam ruang lingkup dominasi maskulinitas adalah sebuah bentuk keberanian dan kebebasan. Seperti contoh, dulu Persija pernah punya manajer tim bernama Diyah Rasyid Alie pada tahun 1997, kehadiran nya pun sangat di terima. Lalu dalam struktur kepengurusan federasi kita ada satu nama yaitu, Ratu tisha. Keberadaan perempuan, kini sudah tidak bisa lagi di anggap sebelah mata dalam sepak bola.
Jika memang sepak bola diciptakan awal sebagai alat perjuangan, maka bisakah hari ini dan kedepan sepak bola disematkan sebagai simbol kesetaraan?
Kesetaraan dalam memberikan ruang aman untuk Perempuan dari Seksisme dan sebagainya.
Karena, perempuan berhak menentukan pula tentang sepak bola!
"Happy, Kartini Days perempuanku."
No comments:
Post a Comment