Wednesday, June 28, 2023

Terbar janji, lalu pergi

 Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai politik sangat kuat, mungkin di beberapa negara pula sama, namun pada prakteknya, politik di Indonesia sangat terlalu fanatik, sehingga mampu memberikan pelebaran terhadap beberapa cluster yang kemungkinan bisa merugikan, diantaranya, yaitu Sepak Bola.


Walau dalam beberapa hal dan unsur, Sepak bola dan Politik tidak boleh di gabungkan sama sekali, semuanya mempunyai porsi terhadap apa yang di ambil. Ambil contoh, segala sesuatu yang di bebankan terhadap PSSI kepada FIFA tidak boleh ada campur tangan serta intervensi dari pemerintahan, sebab PSSI mempunyai aturan-aturan tersendiri dalam Sepak bola, namun kenyataan nya ada saja beberapa hal yang selalu mengintervensi yang membuat Sepak bola tidak sewajar marwah pada umumnya. 


Kali ini, saya tidak akan membahas persoalan tersebut, lebih ingin mengungkapkan kekecewan bagaimana praktek dilapangan ketika "musim" nya tiba, yang berdampak kepada tim kesayangan saya dan harus mengalah karena praktek tersebut, dan merugikan Sepak Bola itu sendiri.


Saya masih ingat betul, Persija pernah berjaya di Era kepemimpinan Danurwindo sebagai direktur tehnik saat Persija berpentas di ajang Liga Djarum Indonesia 2008, di isi oleh skuat bintang seperti Hendro Kartiko, Pierre Njanka, Bambang Pamungkas, Ponaryo Astaman hingga Ismed Sofyan. Pada saat itu, kita sempat menempati urutan posisi pertama klasemen wilayah barat di paruh musim pertama Liga Djarum Indonesia, menumbangkan Persiwa Wamena 6-1 Di Jakarta, membuat Siliwangi malu dengan skor 2-3 sampai pada akhirnya, kita harus tersingkir dari rumah sendiri dan bermukim sementara di Malang karena praktek musim politik tersebut yang membuat kita menempati pos ke 5 wilayah barat pada akhir musim, sangat di sayangkan padahal pada tahun tersebut, kita sempat di nobatkan sebagai calon Juara.


Isu yang didapatkan pada saat itu ialah, kita tidak mendapatkan izin sementara untuk menggelar sebuah pertandingan di Jakarta, karena Stadion yang di gunakan hanya untuk kepentingan sebuah kampanye politik pada saat itu. Saya benar-benar heran, mengapa di Indonesia praktek politik selalu merugikan izin setiap Klub sepak bola yang ingin menggelar pertandingan di daerah nya yang juga kemungkinan bentrok dengan musim politik, sebab Stadion di bangun bukan hanya untuk kepentingan politik saja, tapi lebih di upayakan untuk manfaat yang sebenarnya.


Bukan hanya Persija, itu juga berlaku kepada klub tetangga, yaitu Persitara Jakarta Utara yang dimana saat itu masih berada di level yang sama. Pernah suatu ketika, pada saat Persitara Jakarta Utara dijadwalkan akan bertemu Persija di home base nya, GOR Soemantri, namun mereka pun tidak dapat di berikan izin, sampai pada akhirnya kita berdua harus menggelar sebuah pertandingan tanpa penonton di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung.


Apakah dampak tersebut mempengaruhi sebuah tim? jelas. Pertama, pemasukan sebuah klub akan berkurang jika kita melihat sebuah keuntungan dan rugi, lalu antusias anak Jakarta pun semakin menghilang perlahan-lahan, karena jika mereka ingin pergi menonton Persija, mereka harus menempuh jarak begitu jauh sampai ke Malang, belum lagi mereka harus mengatur sebuah jadwal kosong dan mengumpulkan pundi -pundi yang lebih banyak untuk menuju sana, ya walaupun dalam sepengetahuan saya, Fans Persija akan selalu ada di manapun, namun itu semua bisa mengurangi esensi Persija sebagai klub Jakarta dan berdampak kepada pemasukan klub itu sendiri.


Dampak yang kedua ialah, pemilihan jadwal pertandingan yang akan selalu berubah-ubah dan tidak finish pada semestinya. Sebuah Badan Liga akan mengatur sebuah jadwal pertandingan sebelum memulai Liga, mereka berusaha dan mengupayakan untuk tepat waktu finish sesuai jadwal, apabila praktek "musim politik" tiba ya bisa jadi, jadwal akan ada yang harus di upayakan untuk berubah, karena lagi-lagi bentrok terhadap sebuah izin pertandingan, dimanapun dan bukan hanya di Jakarta saja.


Yang ketika, obral janji para politikus yang mengacaukan semua irama sebuah ensensi sepak bola. Ketika musimnya tiba, akan ada saja tokoh-tokoh yang awalnya tidak mau dan tidak mengerti sepak bola, tiba-tiba hadir di sebuah pertandingan besar, mereka mengobral sebuah janji manis tai kucing seolah-olah ia akan membenahi dan membangun sebuah klub tersebut hanya untuk merebut sebuah suara dari para fans nya.  Namun saya bukan dari golongan yang mempercayai itu.


Yang ke empat, masalah ini bisa berujung panjang hingga urusan jadwal Liga musim berikutnya, kepercayaan sponsor, proyeksi keuangan musim depan dari manajemen, hingga persiapan klub untuk memproyeksikan musim berikutnya. Intinya, aspek perizinan saja bisa membuat manajemen klub, investor, pemain, pelatih klub, operator liga, hingga pengurus federasi pusing tujuh keliling, namun pada kenyataan nya lagi-lagi pihak federasi kita tidak bisa ikut campur karena bentrok nya alasan Sepak bola dan Politik yang tidak boleh di gabungkan.


Belum lagi kita harus memikirkan kedepan bahwa akan ada agenda timnas Indonesia musim berikutnya. Perlu diketahui, Timnas Indonesia senior juga dihadapkan pada gelaran Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia yang digelar mulai Oktober 2023. Jika lolos ke babak kedua Kualifikasi Piala Dunia, Timnas Indonesia bakal punya jadwal dari November 2023-Juni 2024, lalu kita di hadapkan menjadi tuan rumah Piala Dunia U17 Oktober mendatang.


Dampak-dampak tersebut begitu sangat terasa bagi saya yang ingin menikmati sepak bola dengan seutuhnya. Akan selalu ada rasa cemas apabila "Musimnya tiba", karena saya pernah merasakan begitu patah hati nya ketika tim kesayangan saya tidak bisa menggelar di kotanya sendiri.


Mereka yang sudah mendapatkan suara apakah akan tetap perduli terhadap sepak bola nanti? kemungkinan ada yang masih, namun tidak sepenuhnya di jalankan dengan tulus. 


Semoga kedepan nya, perangkat dan segala stake holder yang terkait selalu mempelajari dari setiap evaluasi-evaluasi tiap tahun nya, memberikan sebuah win - win solution agar ketika musimnya itu tiba kembali, tifak mencampuri segala urusan Sepak bola kami, tapi saya percaya saya masih di Indonesia.


Akhir kata,


Obral-obral janji itu, biarlah kalian tempatkan pada tempat yang sesuai, karena di Stadion kita tidak bisa mendengarkan sebuah janji palsu itu, yang kami bisa dengarkan adalah Sebuah janji bahwa Persija takan pernah sendiri.


Tempatkan politik pada porsinya

Stadion, untuk olah raga bukan kampanye.


Sekian


No comments:

Post a Comment

Maka, kau harus Maluku untuk mencintaiku

 Oleh temanku, Rahmat Hidayat Madubun (Sombanussa) Pagi ketika aku terbangun, ketika pintu terbuka,jendela terbuka, aku masih tekun merindui...