Monday, November 24, 2025

Persija, melumpuhkan logika!

"Dari waktu kewaktu cintaku padamu, tak-akan pernah berubah, walau arah rintangan datang menghadang, ku kan tetap setia padamu. Darat laut udara telah ku lalui, berkeliling menemanimu, karena diri ini telah berjanji, Kau takkan pernah sendiri."  Lagu Economy Class karya milik bang tata (vokalis idola) menemani perjalanan awaydays kala itu.





Dalam beberapa waktu bulan ini, Persija Jakarta melakukan pertandingan dalam kurung waktu kurang lebih 3 bulan bermain di luar Jakarta. Dengan 5 partai tandang dan 2 partai kandang yang digelar di Solo sebagai homebase sementara dikarenakan lapangan di sekitar Jakarta belum dapat digunakan dengan satu dan lain hal. 5 pertandingan tandang tersebut meliputi: Makassar, Samarinda, Surabaya, Madura hingga Malang. Jika dikalkulasikan, ada sebanyak 7 pertandingan Persija Jakarta yang di gelar di luar Jakarta, lucunya banyak yang berargumen bahwa 7 pertandingan ini disematkan sebagai "Awaydays Marathon" karena terlalu panjang untuk pertandingan di luar kandang itu sendiri.


Dalam 7 partai marathon diluar kandang tersebut, Persija berhasil meraih 5 pertandingan dengan hasil kemenangan. 5 sebagai tamu, 2 sebagai tuan rumah yang bermain di stadion Manahan Solo.


Uniknya, dalam 7 pertandingan marathon tersebut dukungan para the Jakmania selaku pendukung Persija Jakarta tak pernah habis sampai pada pertandingan tadi malam di Stadion Manahan Solo melawan Persik, mereka selalu saja ada dan hadir dengan kapasitas ruang massa yang banyak untuk datang ke stadion, meskipun jarak begitu jauh dan berbenturan dengan waktu, tenaga maupun materi itu sendiri.


Persija melumpuhkan logika itu benar adanya bagi sebagian orang yang masih mengkultuskan bahwa "Sepak Bola adalah agama kedua" dalam prakterknya dilapangan, ada beberapa fans yang berusaha terus tetap berada dalam lingkungan mendukung Persija dimanapun berada, seperti contohnya pada partai marathon 3 bulan ini. Ada beberapa teman, saudara, abang-abangan yang berusaha hadir mendukung Persija dengan cara berbeda, ada yang menjual barang dressing milik koleksian pribadinya, cuti kerja berbulan-bulan dengan alasan mendukung Persija, menggadai BPKB motor pribadinya, putus dengan pacarnya katena tak dapat izin, bertengkar dengan istri dirumah, resign kerja demi bisa ikut tour, bahkan hingga menyesuaikan waktu tetap terus mendukung Persija dimanapun tanpa berbenturan dengan pekerjaan namun harus sering kali mengejar waktu pemberangkatan kepulangan kereta api ataupun pesawat dari Stadion secara terburu-buru agar tak delay/ketingggalan, itu semua dilakukan demi mendukung Persija dimanapun berada.

Bahkan jika saya kemarin masih ingat, ada obrolan singkat teman saya ketika bercerita bagaimana ia mendukung Persija diluar Jakarta dengan cara diluar Logika, bayangkan saja, dia merelakan Surat BPKB motor milik pribadinya ke pusat pegadaian hanya untuk mendapatkan materi yang bisa dipakai mendukung Persija ke luar kota pada tahun 2017, teman saya tersebut bernama Ryandika salah satu anggota dari the Jakmania korwil X-Malank. Ia bercerita, hasil menggadai surat BPKB tersebut di serahkan untuk mendaftarkan dirinya dan anggotanya ke pendaftaran tour tandang kala itu, sangat begitu di luar logika.


Romantisme sepak bola bagi kami seperti diluar prediksi. Bagi kami, sepak bola di Jakarta adalah hiburan nomor satu yang tak bisa dilewatkan. Diluar capeknya kami bekerja, antrian kemacetan setiap hari dijalan, kesumpekan dan kepenatan tatanan kota yang tak kunjung usai, segala problem yang selalu kita jumpai tiap hari, itu akan terbayar lunas apabila kami menikmati sepak bola secara utuh.


Dear Persija, kembali lah kerumah.

Ada rindu yang sampai hari ini belum terbalas dengan pertemuan yang terlaksana pada nanti tanggal dua puluh delapan bulan sebelas.


Akhir kata,

Setiap semua perjuangan yang dilakukan akan ada hal yang diharapkan yaitu Persija Juara.


Sebab katanya, Cinta itu harus di-utara kan

Wednesday, September 24, 2025

Satu tiga satu dua


Tumpang tunduh, tindih mulai Menindih

Tunjuk satu, seribu sedang bernyanyi


Di balik topeng megah sebuah Istana

Terdapat luka busuk koreng yang selalu menganga


Di jilatnya para pengabdi, untuk kepentingan nya para si-pekik.


Apa yang kita harap?

Dari megah nya sebuah Istana.

Ketika kepala tetanggamu, masih membekas luka tembak juga berisik tentang bagaimana besok mereka bisa makan.


Apa yang kita harap?

Dari mereka yang mengumbar janji untuk masuk ke Istana.

Jika saudaramu, belum bebas dalam berpendapat, sudah ditikam jerat hukum tak ber-Asas.


Apa yang bisa kita harap?

Dari jumlah pembaca ribuan pewarta, jika kebijakan membuat jelata bertambah derita.

Buku dijadikan kriminal, membaca bagaikan bom yang dianggap penjahat

Minyak sembako naik

Rakyatmu semakin tercekik

Pena-mu terus menulis pidato penguasa tanpa titik.

Sementara mereka, terus memberikan intrik

Dari sajian basi yang tanpa bisa kita berkutik.


Apa yang kita harap?

Dari selongsong senjata mereka yang menjaga Istana.

Untuk memberikan kenyamanan untuk demokrasi saja,

Keringat tubuh kalian sudah di peras ribuan pentungan.


Apa yang kita harap? Dari sebuah Istana

Apa yang mau kita harap dari keadilan satu tiga satu dua? 


Thursday, June 12, 2025

Maka, kau harus Maluku untuk mencintaiku

 Oleh temanku, Rahmat Hidayat Madubun (Sombanussa)

Pagi ketika aku terbangun, ketika pintu terbuka,jendela terbuka, aku masih tekun merinduimu. 


Sesederhana ini mengenang senyummu yang begitu sunyi, atau matamu yang begitu cahaya. 


Seperti mengenang petaka yang datang beriringan membawa luka yang sungguh berduka. 


Sebisu ini aku bisa menunggu keributan yang begitu cinta. Atas segala yang terbentuk oleh aksara, kau adalah rasa yang tak dikalahkan oleh hujan atau apapun didunia ini.


Pemenang dari semua pemilik kata dan puisi, satu dari jutaan anak Tuhan yang begitu ingin aku miliki. 


Hei, Nona. Yogyakarta sungguh tak mengenal sepi. 


Sekiranya diindahkannya rangkaian angkasa berterbangan banyak bunga-bunga api. 


Orang-orang ramai berterimakasih untuk para leluhur Yunani, tapi aku masih tersudut seorang diri sembari hatiku sembunyi diHalimuli. 


Kapan-kapan kau harus mengunjungi Maluku: Rumahku!


Akan ku perkenalkan kau pada dewa-dewa Cinta dipuncak salahutu.


Pada leluhurku yang begitu manis ketika berucap mantra dari dalam jantung pulau Ibu.


Menghirup romantisnya pamali dan kapata dari rumah-rumah tua di Jaizirah Leihitu.


Aku akan minta tabea dari para upu yang berdiam di Lounussa.


Harumnya Fuli akan kusembahkan sebagai tanda bahwa cinta adalah Leka Heka Leka. 


Akan ku buatkan Kadera sederhana dari gaba-gaba, agar kelak kita bisa merayakan semua rasa dengan lawamena.


Sebab kau harus Maluku untuk mencintaiku.


Menjadi hihina dengan kebaya milik ibu, menuangkan pahitnya Sopi di pesisir lalau yang putu. Mencicipi asinnya ikan julung dan hambarnya rasa sagu.


Sebab kau harus maluku untuk mencintaiku, menantang rasi bintang warisan kepercayaan moyangmu.


Percaya pada upu langit dan lanit, dan mulai menghitung dari San sampai hutu.


Atau jika itu memberatkanmu, biarlah aku yang tetap Maluku. 


Biarlah aku dibuang di sula atau di pulau buru, hilang di pasir panjang tenggara jauh, lalu ditemukan dihutan gane, aru, atau ema.


Biarlah aku jadi togutil, jadi geba, jadi bati, bahkan alifuru hingga jadi bunyi dari tahuri dan tifa kayu.


Maka akupun harus maluku untuk mencintaimu.


Jadi satu dari seribu jiku, menjaga mahale, mauma, manlia, dan lalau sampai kita Maluku.


Jadi satu sebagai parang dan salawaku, jadi rindu dari matamu yang penuh kupu-kupu.

Sunday, June 1, 2025

Don't crack under pressure

 



Langit sore Jakarta menggantung seperti kain basah—bergeming dan tampak berat. Sejak sebelum meninggalkan toko, saya sudah ketahui sebelumnya, bahwasanya hujan sepertinya akan turun dalam kurun waktu tidak akan lama lagi.




Langkah saya pun waktu itu pelan, payung kecil dalam genggaman bergetar bak menahan angin. Jalanan lengang, becek, berlubang dan sesekali sunyi meski banyak terlihat beberapa orang berkelompok menaiki tiap-tiap bus bersama atribut kesayangannya.




Entah bagaimana, tidak seperti biasanya tiap rintik yang berpulang ke tanah sore itu terasa seperti pelukan yang jatuh dari langit—dingin, sambil sedikit bergumam kesal karena hujan tak tahu porsinya kala itu. Karena seharusnya, hari itu saya akan berlomba bersama waktu untuk mendatangi Jakarta International Stadium, tempat Persija dijadwalkan akan menjamu tamunya, Maluku united dalam pertandingan terakhir.




Dalam perjalanan, terkadang saya menunduk, tak tahu mengapa hari itu perasaan tak teratur, sambil sesekali mencoba menghitung tetes air diujung ruas jari. Kendatipun pikiran saya sibuk mengulang percakapan pelanggan yang siang tadi membandingkan bagaimana Persib bisa lebih baik musim ini dengan senyum seseorang yang katanya ia rindukan. Begitu naif rasanya, jika saya tak merasa cemburu, karenanya saya sudah sematkan jauh jatuh hati terhadap klub ini, apapun perasaan nya. Raut muka saya kala itu bertekuk seperti kursi dalam toko ketika mendengar cerita pelanggan saya dengan persib nya.




Mendengar curhatan pelanggan saat di toko, saya seolah mengerti perasaannya saat itu. Memberikan pikiran saya yang jauh lebih keras berfikir, "kenapa bisa?" namun hembusan nafas saya saat itu, sedikit memberikan rileks dari overthinking yang saya rasakan.




Disela-sela perjalanan, ketika hati saya tengah sibuk membungkus satu kenangan Persija tempo lalu dengan plastik hitam, datanglah mobil itu—cepat dan abai. Air kecoklatan yang tergenang di tepian trotoar dekat sadion, seketika meledak layaknya meriam kecil, dan saya, menjelma menjadi sasaran yang tak berdaya. Pelaku sudah berlalu begitu saja; menghilang dari jangkauan mata. Dengan sepatu dan celana basah karena cipratan orang kaya baru nan sombong saat itu, melengkapi hari yang sepertinya tidak begitu mengenakan yang saya alami dalam menuju perjalanan menonton Persija.




Sesampainya di Stadion, saya hampa. Tak terasa terfikirkan untuk menghubungi beberapa kerabat, rekan sekorwil, atau kekasih yang mungkin saya nantikan saat itu, yang pada biasanya sudah sibuk saat ketika Persija ingin tanding. Bahkan WhatsApp grup kalau bisa di buka mungkin sudah tahap dalam angka 100 chat tak terbaca sepertinya. Namun kala itu, semua hilang, sepi tak ada lagi antusias yang sama, bak ditelan bumi. Suatu keadaan yang tidak pada biasanya, yang sedikit merobek antuias saya yang patah.

Ruas jalan sekitar stadion pun juga terlihat seperti tidak pada biasanya, tak ada gerombolan orang yang beratribut seperti sebelum-sebelumnya, yang terlihat hanya beberapa pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya yang berharap ada beberapa suporter membeli dagangan yang mulai tidak terpilihkan.

Apakah mereka sudah tidak ada gairah?

Apakah waktu mereka berbenturan dengan tanggung jawab mereka?

Apakah harga tiket tidak dapat menyesuaikan keadaan kantong dicelana?

Atau, tuntutan ekspektasi mereka jauh dari harapan. Sehingga suasana hari itu tak ramai seperti pertandingan biasanya?

yang jelas, hujan disore itu membuat tumpukan lamunan harap banyak orang, bukan hanya saja saya, tapi dari doa-doa mereka yang menginginkan Persija ditempatkan pada suatu tempat yang lebih layak.

Kita ketahui, musim ini Persija tak ada lagi memberikan pelayanan haus ekspektasi fans. Target manajemen pun tak pernah ada kejelasan, membeli pemain juga seperti halnya membeli kucing dalam karung, dan yang terparah, suara mereka sebagai tulang punggung dari jalannya sebuah bisnis di sepak bola tak lagi ada diperdengarkan, sekedar memberikan ruang pertanyaan saja, Persija tidak mampu untuk itu. Mereka tutup telinga bahkan tutup mata, tak ada namanya merangkul perasaan kecewa yang timbul dari suporter, selaku garda paling depan penunjang eknomi klub.

Pluit dibunyikan, penanda bahwa pertandingan segera dimulai. Seperti biasanya, langkah pemain begitu berat, entah apa yang sedang dirasakan, yang jelas pertandingan kala itu melengkapi setiap kebosanan kala Persija tanding, itu juga yang saya rasakan diatas tribun. Perasaan gelisah, kekhawatiran hasil buruk, dan pewajaran-pewajaran atas pengulangan-pengulangan kesalahan yang di normalisasi.

Malam itu, pertandingan tak berjalan mulus. Ditengah-tengah perjalanan, pertandingan harus terhenti, karena parade phyro show yang sudah di lakukan fans sebagai bentuk kecewa terhadap manajemen dan Persija. Kegelisahan itu juga semakin memuncak, ketika pemain, official team berusaha menghampiri, bukan manajemen ataupun owner. Padahal, dalam teori komunikasi 2 arah, seharusnya manajemen dan owner lah yang bijak untuk berhak menjawab akan hal ini.

Hari itu, pertandingan dinyatakan selesai, lagi-lagi, Persija tidak mampu memberikan hasil terbaik dipertandingan terakhir. Beribu wajah kesal dengan gumaman caci terpangkal tetap dari mereka yang hadir di malam itu. Seperti sia-sia yang tiada arti, jawaban mereka belum juga didapatkan dengan puas.

Ketika lampu-lampu itu mulai dipadamkan, pasang silih berganti orang-orang perlahan keluar dari lorong tribun, sambil sesekali menendang botol yang berserakan di selasar.

"Anjing, kalo tadi begini ngapain gue bela-belain dateng hujan-hujanan pulang kerja."

Terdengar umpatan seorang fans di sebelah saya, saya bergumam dengan sendirinya. Mungkin saja itu bisa di rasakan semua yang datang kala itu, termasuk saya sendiri yang tadi hadir dengan memperjuangkan kedatangan diri saya sehabis pulang kerja.

Saya semakin bingung, mungkin sudah tak lagi terbendung. Bagaimana bisa saya secinta ini dengan sepak bola? Yang pada awalnya, sepak bola hanya saya jadikan sebagai pelarian atas kepenatan kota dan hidup, sepak bola telah saya cantumkan sebagai hiburan, namun pada kenyataan nya sekarang, justru sepak bola adalah penanggung jawaban atas beban emosional saya sendiri.

Saat kecil, sepak bola terlepas Persija, saya hanya mengetahui bahwa permainan itu dilakukan oleh 11 orang melawan 11 orang, akan tetapi saat saya beranjak dewasa permainan sepak bola sudah bertransformasi lebih dari itu, terlepas apapun yang saya ketahui sekarang tentang sepak bola itu sendiri, pada kenyataan nya, sepak bola hari ini bukan hanya permainan sederhana 11 melawan 11, tapi juga ada sematan kekhawatiran pikiran kita melawan diri kita sendiri yang tidak bisa melepaskan sepak bola dari jalan hidup.

Musim ini adalah musim paling buruk yang saya rasakan mengenal Persija. Meskipun dalam table klasemen, secara factos musim ini masih lebih unggul dibandingkan dengan bertengger di posisi ke 7 dari beberapa musim terburuk Persija sebelumnya. Namun, ada satu hal yang justru memperburuk, ketegasan manajemen, persuasifnnya mereka menanggapi kritis suporter, tidak di barengi dengan beberapa sematan loyalitas yang mereka limpahkan, itu adalah hal sederhana namun musim ini Persija tidak bisa

Mereka mempersilahkan orang silih berganti untuk datang kestadion. Mereka mengamini bahwa yang setia akan tetap tinggal dan yang lelah biarkan pergi. Namun pada hakikatnya, tidak pernah ada satu pemikiran bahwa mereka akan meninggalkan Persija apapun keadaannya, jika perasaan kecewa itu dilakukan dengan kehangatan rangkulan yang dilakukan Persija itu sendiri

Mencintai Persija adalah hal yang fana, namun Persija tak pernah ada sematan dari sebuah kata mantan. Mereka selalu hadir apapun keadaan nya. Bukan tentang soal waktu, bukan tentang soal jarak, apalagi tentang tingginya harga tiket. Tapi, bagaimana kedudukan status yang seimbang yang seharusnya dilakukan Persija dalam merangkul suporter setianya.

Dalam langkah lelah saya menuju kepulangan ke rumah, saya kembali merekam ucapan pelanggan saya saat kerja di toko sebelum datang ke stadion. Pada dasarnya,kita belum bisa sama-sama beranjak dalam hal yang satu. Itu yang mungkin, dilakukan oleh mereka disana, cerita yang saya tangkap dari pelanggan saya diatas.

Akhir kata,

Sepak bola bisa beranjak menjadi apapun yang dimau. Menjadi emosi, menjadi tumpukkan uang, menjadi klimaks, gemerlapnya ketenaran dilapangan, cinta yang buta, dalam nya benci dan ringkih, serta suara-suara yang lirih. Namun, dalam kesempatannya, saya memilih yang terakhir sebagai seorang fans sepak bola.

Getwelsoon, Persija

Sunday, April 20, 2025

Perempuan, berhak menentukan Sepak bola

 


Sepak bola, pada umumnya di dominasi oleh Laki-laki. Mulai dari kelompok umur, hingga senior. Sejak awal sepak bola tidak pernah di daulat  menjadi olah raga  bagi perempuan. Fanatisme yang di lakukan penggemar sepak bola maupun pelaku sepak bola itu sendiri dalam hal ini laki-laki, sungguh teramat keras, menantang dan memberikan shock terapi yang amat dalam, membuat memutar balikan fakta perempuan yang begitu feminis, dan itu kemungkinan banyak yang skeptis akan hal tersebut, mengenai keberadaan perempuan di ruang lingkup sepak bola.


Di dalam industri Sepakbola saat ini setiap minggunya sepakbola telah menghiasi ruang ruang keluarga Setiap akhir pekan, dimana pria sibuk menonton pertandingan dan wanita sibuk memasak di dapur, begitu pula di cafe atau tempat tempat nobar pertandingan sepakbola lainnya; yang dimana wanita hanya datang ke tempat tersebut untuk sebagai pelengkap pasangnya atau sekedar menjadi pemanis tontonan pertandingan dan tentunya lengkap dengan menggunakan Jersey couple dengan pasangan mereka. Padahal sejatinya sepakbola tidak memiliki jenis kelamin, tapi rasanya kesan maskulinitas tersebut begitu erat dengan olahraga sikulit bundar yang satu ini.


Memang sepak bola tidak pernah memiliki jenis kelamin, tapi pada kenyataan nya, olahraga tersebut memiliki sentimen terhadap feminisme dan nyatanya kapitalis lebih menjaga kepercayaan mereka terhadap  pria dan tidak heran, perempuan di kaitan sepak bola hanya dianggap sebagai pemanis belaka


Pola dominasi pria yang di sematkan kepada sepak bola adalah hasil dari "policing" laki-laki terhadap reaksi kelompok yang lebih rendah dan terpinggirkan terhadapnya. Justru, kita harus menekankan betapa pentingnya kesetaraan dan mengeksplorasi bagaimana perempuan bisa berkontribusi terhadap marginalisasi nya sendiri dalam dominasi pria.



Dewasa ini supporter sepak bola tidak hanya didominasi oleh kaum pria tetapi juga sudah mulai terlihat wanita. Entah itu di tribun - tribun liga lokal, atau entah itu di tribun-tribun sepak bola alternatif lain nya. Adanya fenomena yang menarik dimana hampir setiap pertandingan sepakbola semakin sering ditemui kehadiran supporter wanita dan jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu.


Sebagai contoh: Hal ini pernah terjadi di inggris dimana berdasarkan survey yang dilakukan oleh Sir Norman Chester Center for Football Research menunjukkan bahwa jumlah supporter perempuan menunjukkan bahwa jumlah supporter perempuan mencapai 12% dari total keseluruhan supporter Liga Premiere dan jumlahnya terus meningkat hingga 15% pada tahun 2002.


Secara umum, peningkatan dominasi perempuan dalam sepak bola dewasa kini sudah dalam beberapa ruang, ada di lapangan maupun di luar lapangan.



Ada satu hal kekeliruan yang konyol disaat sebagian besar dari kita yang begitu mencintai olahraga ini lebih familiar dengan nama nama wags "pacar atau istri para pemain sepakbola pria" dibandingkan dengan nama nama seperti Ada Hergerberg,  Fran Kirby, Megan Rapinoe, Alex Morg, Shafira Ika ataupun Zahra Musdalifah. Keberadaan mereka saat ini, telahendominasi ruang-ruang sepak bola, entah itu di lapangan atau di tribun.




Selain masalah Industri Bisnis dalam perkembangannya; sepakbola wanita juga menghadapi banyak tantangan lain yaitu soal seksisme. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Seksisme adalah diskriminasi dan/atau prasangka terhadap seseorang yang bergantung terhadap seks. Pada tahun 2019 yang lalu untuk pertama kalinya hadir sebuah kompetisi  Sepakbola Wanita di Indonesia yaitu Liga 1 Putri, dimana edisi pertama ini Persib Putri keluar sebagai Juara. 


Sebetulnya, dengan diadakan liga 1 putri menjadi anomali di Negara seperti Indonesia; dimana budaya ketimuran yang masih kuat, ada istilah "Cara terbaik untuk mengembalikan sisi feminisme wanita adalah dengan cara menjadi istri dan ibu yang baik" atau "Untuk apa wanita sekolah tinggi, toh ujungnya hanya berakhir di dapur juga" tentunya di zaman yang telah maju seperti ini hal atau istilah seperti ini tentu nya bertentangan dengan semangat emansipasi yang selalu digaungkan selama ini.




Pada perjalanan nya terdapat beberapa kasus seksime yang cukup menarik perhatian sepanjang kompetisi berlangsung Liga 1 Putri, diantaranya terjadi pada pertandingan Persija melawan persib.  Saat itu sehari sebelum kickoff misal, akun Facebook Meme & Rage Persija membagikan meme yang menyebut para pemain Persib dengan sebutan kurang mengenakan ‘Maung Lonte’. Maung merujuk ke julukan Persib Bandung, sementara kata kedua adalah istilah—yang menurut KBBI—biasa dipakai untuk mengidentifikasi perempuan tunasusila. 


Kejadian kedua terjadi pada pertandingan Arema melawan Persebaya, ulah suporter Arema FC yang membuat spanduk bertuliskan “Bantai Purel Dolly” Purel adalah istilah gaul yang biasa digunakan untuk melabeli pemandu karaoke di tempat hiburan, sementara Dolly adalah salah satu kawasan lokalisasi di Surabaya.


Lalu dalam beberapa kejadian sering terhadi pelecehan seksual terhadap kaum perempuan di dalam tribun, entah itu dilakukan oleh petugas yang menjaga pintu gate (stweard) dengan dalil "Standart operasi pelayanan" yang pada harusnya ditangani oleh petugas yang sama-sama gender bukan berbeda, atau pelecehan tersebut bisa di lakukan oleh mereka yang sama-sama berdesakan untuk mengantri pintu masuk menuju stadion.


Sadarkah kita, sampai saat ini perempuan dalam sepak bola masih harus bergelut untuk merebut tempat mereka, merebut untuk bisa di akui sebagai eksitensi mumpuni dalam sepak bola, merebut  pandangan "mereka" agar terhindar dari seksisme dan pelecehan, sayangnya pada kenyataan di lapangan kultur penggemar sepak bola  selalu saja mengasosiasikan dan merujuk pada hal negatif dan maskulinitas, yangembuat kemunculan bahwa perempuan dalam sepak bola di anggap hal yang tabu dan kental dengan sterotipe buruk di masyarakat, karena pandangan kultur sepak bola kita itu sendiri.



Kesadaran untuk kesetaraan kebebasan suporter perempuan dalam sepak bola adalah sebuah keniscayaan semata, karena dalam sepak bola masih ada beberapa penentangan dan stigma buruk masyarakat bahkan keluarga terhadap penilaian suporter perempuan, namun pada kenyataan nya perempuan dalam sepak bola sudah mulai di perhitungkan. Masuknya perempuan dalam ruang lingkup dominasi maskulinitas adalah sebuah bentuk keberanian dan kebebasan. Seperti contoh, dulu Persija pernah punya manajer tim bernama Diyah Rasyid Alie pada tahun 1997, kehadiran nya pun sangat di terima. Lalu dalam struktur kepengurusan federasi kita ada satu nama yaitu, Ratu tisha. Keberadaan perempuan, kini sudah tidak bisa lagi di anggap sebelah mata dalam sepak bola.


Jika memang sepak bola diciptakan awal sebagai alat perjuangan, maka bisakah hari ini dan kedepan sepak bola disematkan sebagai simbol kesetaraan?


Kesetaraan dalam memberikan ruang aman untuk Perempuan dari Seksisme dan sebagainya.


Karena, perempuan berhak menentukan pula tentang sepak bola!



"Happy, Kartini Days perempuanku."


Tuhan, aku mencintai salah satu Hambamu


Aku jatuh rasa pada tudung yang menutupinya

Pada anggun adab baiknya

Juga pada tutur baik katanya

Seperti suka dari segala penjuru

Sikap nya yang sederhana membuatku cemburu

Jantungku bertepuk tangan dangan rasa malu malu


Karena ia pandai mengoleksi baik dalam hatinya

Serta ada banyak tulus yg mengikutinya dari belakang

Mejaga sikap nya

Menjaga bahasanya

Menjaga struktur keharmonisan nya

Memperhatikan nya merawatnya


Melihatnya saja aku senang,

Bukan menang, 

Juga bukan kenang


Namun, bagaimana bisa begitu

Bagaimana bisa aku tidak memikirkannya

Bila semua cantik sudah melekat dalam tubuh wanginya

Bila semua sabar dalam sifat baiknya



Tuhan, apa memang dia jodohku?

Atau segala reaksi yang ku tampak kan adalah bodohku

Karna di hadapan nya,

Aku seperti kumuh, 

Rongsok 

Dan begitu kotor


Jiwaku seperti panti yang menampung banyak gelandangan Dengan kondisi yang bau didalamnya

Dan tidak pula bisa menyenangkan


Karena didalamnya sedikit patahan banyak kecewa yang meninggalkan begitu banyak jejak



Maka dari itu, aku menjaga jarak dirinya

Tidak akan menyakitinya

Tidak akan melukainya

Aku berkaca pada sebilah cermin yang rusak

Dikejauhan, kau tetap tampak sempurna 



Tuhan, tiada salahkah aku mencintai salah satu hambamu yang seperti ini?

Tuesday, January 14, 2025

Kepergian, tak pernah menyisakan sederhana


Sepertinya, sepi itu membunuh, 

menghimpit paru-parumu terlalu kencang,

disela selang yang kau hirup dari gelombang oksigen yang kau hisap, sampai kau lupa bagaimana caranya bernafas. 


Ujung dadamu selalu terasa kian sesaknya, hingga terkadang kau tak pernah sadar, matamu sudah berkabut, yang pada akhirnya berlumuran air mata sambil menyaksikan keadaan penuh duka di ruang tempat mereka berharap.


Pada tiap waktu,

Pada tiap dokter yang berjaga,

Pada tiap doa-doa yang di lantunkan keluargamu,

Juga teman-teman baikmu.



Sungguh, sepi tak pernah bisa terasa sederhana, kerap kali membuatmu meradang, 

Kesakitan,

Dan selalu saja mempecundangimu, dengan cara seperti itu.



Sulit memang jika Tuhan sudah punya keinginan, 

Dia tak pernah bisa bersabar lebih sebentar untuk merayumu agar pulang, dan sukar bagimu untuk menang pada tiap kenyataan.


 Saat kau berurusan dengan takdir, karena takdir sama sekali tak bisa menunggu. Kau hanya bisa duduk manis menerimanya, di ranjang kejam paling angkuh selama berhari-hari. Dipaksa merasakannya, dan bayangkau sangat sadar, kalau kau tak mampu mengubah apapun didalamnya.


Takdir hanya bisa memberimu pesan, bahwa dunia bukanlah tempat yang kau tuju kembali, dimana semua keinginan bisa terwujud.


Inilah Tuhan, sang maha pengasih, lagi maha penyayang, tapi disatu sisi, Dia terbukti maha kuat. Saking kuatnya, hanya dalam hitungan detik, dia bisa membuatmu tersungkur, jatuh kedalam jurang kepedihan, mencabik sedikit demi sedikit dinding-dinding jiwamu, merobek tiap menit jantungmu, kekuasaanmu, kebesaran namamu, yang semakin lama semakin terlihat ringkih.


Melanjutkan hidup, tentu saja, karena memang hidup pasti akan berlanjut dengan sendirinya. Hanya saja, hidup ini tak cukup hanya sekedar untuk dilanjutkan dari dunia, tapi juga patut dirayakan meski perayaan kadang di balut dengan duka. 


Dan kepergianmu, membuat segalanya menjadi sulit, dan kerap kali membuat mereka bertanya, bagaimana caranya merayakan hidup, saat kau berada dititik ini, titik dimana Tuhan telah membuat kita bermandi jarak, berpeluh sepi, dan terus terbenam dalam kekosongan.


Dalam sesaat pelukan malaikat, lalu kini kau ku lepas pergi, sementara kami disini masih ingin selalu menari. Sialnya, hidup harus terus berjalan, bergerak dan terus melaju dengan congkaknya. Dan kini, kami pun terpaksa harus sekarat dihadapan kenyataan, kau pergi meninggalkan luka yang membekas.


Selamat jalan teman, semoga hal-hal baik menyinggapimu di dunia yang baru.

 

Friday, December 27, 2024

Laki-laki, tak boleh patah arang. Katanya!

Dalam pekik kerongkong hela nafas yang meraup citra seudara hidung sengal mu dan setiap tetesan keringat yang menggumpal di derut dahi yang kotor, kau hempaskan rasa lelah nan tiada akhir di punggung kekarmu setiap hari.


Kerasnya kehidupan, cicilan akhir bulan, dapur yang harus ngebul, token listrik yang setiap minggu berbunyi, dan setiap hal-hal yang tidak mewajarkan kita untuk tetap kokoh berdiri tanpa payung yang jelas, berpadu dengan setiap kopi dan sebatang rokok yang kau hisap perlahan - lahan setiap harinya, itu kamuflase semata untuk menghilangkan rasa kusut dengan tidak di barengi pondasi makan teratur agar kita terus tetap kuat. 


Kau tak pernah kesal ketika mereka meminta alasan untuk tetap terus mendengarkan kegelisahan nya di ranjang asmara atau meja makan sederhana. Kau tak pernah mengeluh pada setiap jengkal kaki yang mulai lumpuh karena harus berjalan jauh disaat harga pokok yang mulai melambung.

Kau juga tak pernah meminta hujan, dalam setiap terik yang kau hadapi saat kau sedang memikirkan bagaimana rumus dan pola untuk mengurai kekusutan hidup. 

Mereka tahu itu
Mereka mendengar itu
Bahkan mereka melihat 

Namun, tak pernah ada alasan laki-laki harus tetap kuat akarnya dalam keadaan apapun.

Konon, katanya laki-laki harus pandai menyembunyikan luka, pada siapapun, dan dimanapun itu.

Benar kata ibuku dulu, sehabis pulang kerja.. Bapak selalu tidak mau masuk rumah, bukan berarti ia tidak capek seharian kerja, tapi cara dia untuk berinteraksi pada diri sendiri adalah dengan berdiam diri didepan teras, lagi-lagi hanya kopi dan sebatang rokok, teman setianya, dan sialnya kita hari ini pula kedepan nya yang akan melanjutkan.

Laki-laki, tak boleh pantang arang. Biarpun perahunya bocor layarnya robek dan kemudinya patah, gelombang besar harus tetap di tempuh dengan kapal, bagaimanapun juga walau nahkoda tak handal. Putar haluan adalah hal yang haram. 


Beribu alasan banyak di temukan laki-laki yang mendiami Rumah sakit gangguan jiwa, juga ada beberapa data tentang kematian. Besarnya kematian yang di alami laki-laki karena menghakhiri takdirnya sendiri, namun itu tidak cukup membuat laki-laki tetap dijadikan penyetaraan pemakluman perasaan.


Laki-laki, harus tetap di unggulkan dalam hal apapun, namun tidak dengan perasaan dan pikiran nya yang kacau.

Laki-laki harus tetap edgy dimata laki-laki, maupun dimata siapapun. 

Efek domino maskulinitas adalah hal yang membuat laki-laki harus tetap kokoh. Karenanya, laki-laki hidup untuk lahir, bekerja dan mati.


Akhir kata:

"Laki-laki tidak pernah bercerita, namun hatinya selalu berkarat dan selalu berusaha untuk menyebuhkan karat tersebut demi siapapun."

Untuk semua, laki-laki yang terus berjuang di dunia, jangan patah arang!

Wednesday, September 4, 2024

Secangkir kopi milik Si-La

 Kemarin, telah kurebahkan secangkir kopi diatas pasir, dibawah langit jingga Jakarta.  Setelah ku sadari sendiri, tak pernah ku tampakkan kau dengan sebilah wajahmu dalam bayang-bayang semuku.




Lima ratus tiga puluh menit kuhabiskan waktu untuk menulis tentang pribadimu, sambil sesekali ku dengar "Anyer 10 maret" dari platform music yang ku putar, sialnya itu tak pernah cukup untuk menghadirkanmu jauh lebih anggun dari anganku tentang bagaimana caranya menerjemahkanmu 


Ketahui, lah - La

Aku, tak pernah cengeng dalam setiap apa yang kau sedukan tentang pertikaian terakhir kita. Tak pernah sedikitpun untuk kembali menginvansimu dari apa yang kau tempuh. Untuk setiap cangkir kopi yang kau seduhkan padaku kala kau menjamu, itu telah ku campur bersama air mata yang menetes dari matamu yang sembab 


Apabila Tuhan jadi mengabulkan semua doaku tentangmu kemarin, akan ku bawa kau.. ke puncak gunung Semeru. Kuceritakan bagaimana hebatnya kau kepadanya, dan aku berjanji, bahwa kau adalah salah satu alasan kenapa aku sering pergi ke gunung sendirian, lalu dipuncaknya.. kan ku sediakan kau secangkir kopi rasa cinta yang kutambahkan sedikit rasa luka dari perasaanku yang hilang.


Ketahui, lah - La

Apakah kau maaih ingat?

Kala temaram hadir di bawah langit Matraman. Pernah ku berucap padamu: "Semua akan selesai, apabila dengan bicara.. Maka kompromilah." Lalu kau hanyutkan senyumanmu sambil di ikuti kepalamu yang menaruh diatas pundaku yang usang sehabis pulang kerja



Aku disini, ditepi pantai sedang melamun sembari menghabiskan sebatang filter, lamunanku menatap kencang dalam matamu, lewat kalbu doaku kala itu tak padam dan tak hampir mati,  jika kau tak temui makna dari doa lamunanku, tanyakan saja pada kepergianmu, La


Sehabis kau pergi bersama ribuan kemaklumanmu

Tak pernah lagi kudapatkan, sebuah kompromi bicara begitu anggun dari sebuah pita suara halusmu.


Tak pernah lagi kudapatkan lembut sikap konyolmu dikala ku mencoba marah sedikit padamu



Semoga saja, Tuhan jadi mengabulkan doaku



Friday, September 29, 2023

Berkelanalah yang jauh, jangan lupa pulang

 Rumah adalah sebuah payung ketenangan untuk semua pulang. Rumah pula tempat ternyaman untuk kita selalu berteduh dalam kehujanan maupun kepanasan. Setiap rumah, akan selalu berisikan setiap barang-barang sesuai keinginan pemiliknya. Ada yang di rancang kuat, dibuat muat, Lega. Ada pula yang rumah yang di peruntukkan hanya untuk tempat inggal, namun walau begitu, walaupun sederhana hanya sepetak, kehangatan dalam sebuah rumah akan kemungkinan selalu terjaga.


Dalam sebuah rumah, juga akan terisi sebuah anggota keluarga, ada yang bahagia dengan 4 anggota keluarga, ada yang senang dengan banyak sanak saudara, bahkan ada pula yang merawat kerabat maupun rekan sejawat untuk tinggal bersama.


Tak hayal, banyak sekali perbedaan pendapat yang sering terjadi ketika rumah berisikan lebih dari 2 anggota keluarga. Namun pada dasarnya, tujuan sama. Sama sama saling menguatkan untuk sebuah nama, bernama Rumah.


Dalam peruntukkan tersebut, mungkin kita boleh menghalalkan bagaimana sering terjadi disetiap rumah, akan ada 1 anggota keluarga yang pergi keluar rumah untuk meraih masa depan, mengembangkan sayapnya di luar sana, walaupun angin di luar memang semakin kencang menerpa.



Sering kali terjadi, bahkan dalam pengalaman pribadi, bagaimana kawan saya dulu sukar berpergian menghampiri rumah saya dan menetap di tempat tinggal, karena alasan perbedaan pendapat antaranya dengan keluarga (Ayah)


Mereka terbentur karena ketetapan dan aturan keluarga yang menyangkal bahwa sebuah pilihannya adalah hal yang kurang tepat. Mereka berfikir bahwa, orang rumah tidak selalu mulus dalam memberikan arahan untuk masa depannya. Walaupun demikian, tidak sepenuhnya ada pembenaran untuk kabur dari Rumah.



Tuntutan Ayah - bunda, Abang adik, bagaimana seorang kawan harus mengemban cita cita mereka di atas pundaknya, yang seharusnya mereka pun mempunyai cita-cinta pribadi, untuk kesuksesan masa depan nya. 



Kawan ku bercerita, ia pergi keluar rumah bukan untuk melarikan diri dari semua tanggungan yang berada di pundak nya, ia pergi keluar karna ia mau berkelana sejauh mungkin, untuk membawa pengalaman luar yang terbaik menujur tempat paling akhir persinggahan, bernama rumah.


Tak apa kau berkelana sejauh mungkin, tak apa kau mengasingkan diri dari kesumpekan rumah dan semua masalah nya. Berkelana lah sejauh yang kau tempuh, namun ketika semua nya sudah kau dapatkan yang terbaik, kau perlu ingat. Tempat berkelana paling mengesankan adalah sebuah Rumah.


Jalan yang jauh, jangan lupa pulang 


Wednesday, June 28, 2023

Terbar janji, lalu pergi

 Indonesia adalah sebuah negara yang mempunyai politik sangat kuat, mungkin di beberapa negara pula sama, namun pada prakteknya, politik di Indonesia sangat terlalu fanatik, sehingga mampu memberikan pelebaran terhadap beberapa cluster yang kemungkinan bisa merugikan, diantaranya, yaitu Sepak Bola.


Walau dalam beberapa hal dan unsur, Sepak bola dan Politik tidak boleh di gabungkan sama sekali, semuanya mempunyai porsi terhadap apa yang di ambil. Ambil contoh, segala sesuatu yang di bebankan terhadap PSSI kepada FIFA tidak boleh ada campur tangan serta intervensi dari pemerintahan, sebab PSSI mempunyai aturan-aturan tersendiri dalam Sepak bola, namun kenyataan nya ada saja beberapa hal yang selalu mengintervensi yang membuat Sepak bola tidak sewajar marwah pada umumnya. 


Kali ini, saya tidak akan membahas persoalan tersebut, lebih ingin mengungkapkan kekecewan bagaimana praktek dilapangan ketika "musim" nya tiba, yang berdampak kepada tim kesayangan saya dan harus mengalah karena praktek tersebut, dan merugikan Sepak Bola itu sendiri.


Saya masih ingat betul, Persija pernah berjaya di Era kepemimpinan Danurwindo sebagai direktur tehnik saat Persija berpentas di ajang Liga Djarum Indonesia 2008, di isi oleh skuat bintang seperti Hendro Kartiko, Pierre Njanka, Bambang Pamungkas, Ponaryo Astaman hingga Ismed Sofyan. Pada saat itu, kita sempat menempati urutan posisi pertama klasemen wilayah barat di paruh musim pertama Liga Djarum Indonesia, menumbangkan Persiwa Wamena 6-1 Di Jakarta, membuat Siliwangi malu dengan skor 2-3 sampai pada akhirnya, kita harus tersingkir dari rumah sendiri dan bermukim sementara di Malang karena praktek musim politik tersebut yang membuat kita menempati pos ke 5 wilayah barat pada akhir musim, sangat di sayangkan padahal pada tahun tersebut, kita sempat di nobatkan sebagai calon Juara.


Isu yang didapatkan pada saat itu ialah, kita tidak mendapatkan izin sementara untuk menggelar sebuah pertandingan di Jakarta, karena Stadion yang di gunakan hanya untuk kepentingan sebuah kampanye politik pada saat itu. Saya benar-benar heran, mengapa di Indonesia praktek politik selalu merugikan izin setiap Klub sepak bola yang ingin menggelar pertandingan di daerah nya yang juga kemungkinan bentrok dengan musim politik, sebab Stadion di bangun bukan hanya untuk kepentingan politik saja, tapi lebih di upayakan untuk manfaat yang sebenarnya.


Bukan hanya Persija, itu juga berlaku kepada klub tetangga, yaitu Persitara Jakarta Utara yang dimana saat itu masih berada di level yang sama. Pernah suatu ketika, pada saat Persitara Jakarta Utara dijadwalkan akan bertemu Persija di home base nya, GOR Soemantri, namun mereka pun tidak dapat di berikan izin, sampai pada akhirnya kita berdua harus menggelar sebuah pertandingan tanpa penonton di Stadion Si Jalak Harupat, Bandung.


Apakah dampak tersebut mempengaruhi sebuah tim? jelas. Pertama, pemasukan sebuah klub akan berkurang jika kita melihat sebuah keuntungan dan rugi, lalu antusias anak Jakarta pun semakin menghilang perlahan-lahan, karena jika mereka ingin pergi menonton Persija, mereka harus menempuh jarak begitu jauh sampai ke Malang, belum lagi mereka harus mengatur sebuah jadwal kosong dan mengumpulkan pundi -pundi yang lebih banyak untuk menuju sana, ya walaupun dalam sepengetahuan saya, Fans Persija akan selalu ada di manapun, namun itu semua bisa mengurangi esensi Persija sebagai klub Jakarta dan berdampak kepada pemasukan klub itu sendiri.


Dampak yang kedua ialah, pemilihan jadwal pertandingan yang akan selalu berubah-ubah dan tidak finish pada semestinya. Sebuah Badan Liga akan mengatur sebuah jadwal pertandingan sebelum memulai Liga, mereka berusaha dan mengupayakan untuk tepat waktu finish sesuai jadwal, apabila praktek "musim politik" tiba ya bisa jadi, jadwal akan ada yang harus di upayakan untuk berubah, karena lagi-lagi bentrok terhadap sebuah izin pertandingan, dimanapun dan bukan hanya di Jakarta saja.


Yang ketika, obral janji para politikus yang mengacaukan semua irama sebuah ensensi sepak bola. Ketika musimnya tiba, akan ada saja tokoh-tokoh yang awalnya tidak mau dan tidak mengerti sepak bola, tiba-tiba hadir di sebuah pertandingan besar, mereka mengobral sebuah janji manis tai kucing seolah-olah ia akan membenahi dan membangun sebuah klub tersebut hanya untuk merebut sebuah suara dari para fans nya.  Namun saya bukan dari golongan yang mempercayai itu.


Yang ke empat, masalah ini bisa berujung panjang hingga urusan jadwal Liga musim berikutnya, kepercayaan sponsor, proyeksi keuangan musim depan dari manajemen, hingga persiapan klub untuk memproyeksikan musim berikutnya. Intinya, aspek perizinan saja bisa membuat manajemen klub, investor, pemain, pelatih klub, operator liga, hingga pengurus federasi pusing tujuh keliling, namun pada kenyataan nya lagi-lagi pihak federasi kita tidak bisa ikut campur karena bentrok nya alasan Sepak bola dan Politik yang tidak boleh di gabungkan.


Belum lagi kita harus memikirkan kedepan bahwa akan ada agenda timnas Indonesia musim berikutnya. Perlu diketahui, Timnas Indonesia senior juga dihadapkan pada gelaran Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia yang digelar mulai Oktober 2023. Jika lolos ke babak kedua Kualifikasi Piala Dunia, Timnas Indonesia bakal punya jadwal dari November 2023-Juni 2024, lalu kita di hadapkan menjadi tuan rumah Piala Dunia U17 Oktober mendatang.


Dampak-dampak tersebut begitu sangat terasa bagi saya yang ingin menikmati sepak bola dengan seutuhnya. Akan selalu ada rasa cemas apabila "Musimnya tiba", karena saya pernah merasakan begitu patah hati nya ketika tim kesayangan saya tidak bisa menggelar di kotanya sendiri.


Mereka yang sudah mendapatkan suara apakah akan tetap perduli terhadap sepak bola nanti? kemungkinan ada yang masih, namun tidak sepenuhnya di jalankan dengan tulus. 


Semoga kedepan nya, perangkat dan segala stake holder yang terkait selalu mempelajari dari setiap evaluasi-evaluasi tiap tahun nya, memberikan sebuah win - win solution agar ketika musimnya itu tiba kembali, tifak mencampuri segala urusan Sepak bola kami, tapi saya percaya saya masih di Indonesia.


Akhir kata,


Obral-obral janji itu, biarlah kalian tempatkan pada tempat yang sesuai, karena di Stadion kita tidak bisa mendengarkan sebuah janji palsu itu, yang kami bisa dengarkan adalah Sebuah janji bahwa Persija takan pernah sendiri.


Tempatkan politik pada porsinya

Stadion, untuk olah raga bukan kampanye.


Sekian


Persija, melumpuhkan logika!

"Dari waktu kewaktu cintaku padamu, tak-akan pernah berubah, walau arah rintangan datang menghadang, ku kan tetap setia padamu. Darat l...