Sunday, September 17, 2017

Benarkah, sepak bola adalah alat perjuangan?





Lupakan sajalah kalimat tentang itu semua, karena pada dasarnya untuk dijaman seperti ini, kebebasan berbicara diatas Tribun untuk melakukan perjuangan terhadap kaum yang tertindas kini hanya meninggalkan sekat-sekat semata, yang membuat kita tidak bisa berbicara banyak untuk membela para kaum tertindas tersebut.

Memang, yang kita ketahui banyak pada jaman dahulu sepak bola adalah alat perjuangan kaum pribumi untuk melawan antek antek penjajah.

Tokoh tokoh utama dalam perjuangan tersebut pun masih ada didalam benak kita seperti, bapak Soeratin Sosrodihardjo, Muhammad Husni Thamrin dan Otto Iskandar Dinata yang menolak keras penindasan diatas nama sepakbola maupun atas nama dunia.

Dan kini, diera modernisasi seperti ini justru kita hanya bungkam dan masih saja hanya melihat penindasan diatas nama sepakbola .

Mulai dari kekerasan terhadap suporter, kekerasan dan penindasan petani, penindasan nelayan teluk jakarta hingga penindasan zionis Israel terhadap rakyat Palestina.

Semua penindasan dan kekerasan itu harus duhapuskan, dan satu-satunya alat perjuangan yang kita bisa adalah dari sepakbola, seperti salah satunya, membentangkan spanduk-spanduk keras yang ditujukan kepada penindak kekerasan/penindasan tersebut, memberikan aksi simpatik kepada pihak yang mengalami penindasan hingga membantu lewat biaya.

Namun, apa daya.. alat perjuangan yang paling sederhana kita Kampanyekan justru bertolak belakang dengan adanya statuta embel embel dari FIFA, AFC maupun sang kreator sendiri, PSSI.

Kampanye /alat perjuangan sederhana yang kita Kampanyekan itu dianggap oleh mereka mengandung SARA Dan POLITIK.

Sudah gila atau memang tidak waras bukan? sebuah rasa solidaritas yang kita panjatkan yang kita sosialisasikan sebagai alat perjuangan didalam sepak bola kini dianggap sebagai tindakan yang mengandung SARA dan POLITIK.

Coba kita lihat lebih dalam, dimana tindakan tersebut yang mengandung SARA Dan POLITIK? dari segi manakah?

Aksi solidaritas dan kemanusiaan yang tulus dari hati justru dinilai mengandung SARA dan POLITIK, lantas bagaimana dengan ketua umum PSSI yang kini sedang mencalonkan diri sebagai gubernur disalah satu daerah? Apakah tindakan tersebut tidak masuk dengan POLITIK?

Alih alih menegakan regulasi , kita yang mendukung aksi solidaritas kemanusiaan terhadap kaum tertindas justru diberikan sanksi yang menurut akal dan logika orang normal itu tidak wajar.

Mungkin benar , sepak bola dijaman sekarang adalah sebuah tentang industri , industri dan industri bukan lagi tentang sebuah permainan olah raga yang didalamnya mengandung arti dari kemanusiaan.

Mungkin benar, sepak bola dijaman sekarang sudah modern, modern dari pemikiran jahat yang dilakukan mereka yang katanya mengerti dari arti sepakbola tersebut.

Seperti kalimat awal diatas saya, lupakan lah semua tentang alat perjuangan diatas nama sepak bola, karena dijaman ini.. industri diatas segalanya dari rasa kemanusiaan.


Sekian.

Thursday, September 7, 2017

Mencari kesempatan ditengah musibah, apakah kalian waras?

Sebelumnya saya berterima kasih atas semua rekan - rekan yang berempati kepada saya dan keluarga saya, tidak mungkin satu persatu saya sebutkan disini.

Disini saya akan menumpahkan sebuah emosi saya, hati kecil saya, yang kemarin sedang berduka karena pertama saya dan keluarga saya mendapat musibah kebakaran, dan yang kedua saya mendapat perlakuan tidak khusus dari orang sekitar yang menurut saya sebelum terjadi bencana adalah baik baik saja.

Saya sangat setuju kepada istilah yang menyatakan bahwa "Saudara dan uang itu berbeda" karena saya menanggapi sebuah istilah itu dengan sangat sensitif, ya sensitif.

Bagai mana tidak? Apa yang saya katakan dengan sensitif itu bermula dari awal nya selesai musibah, dimana banyak orang-orang munafik bertebaran, banyak orang orang yang mengemis yang didalam kesempatan orang tersebut malah tidak terkena musibah tersebut.

Seperti yang dilihat dari kacamata saya sendiri, saya mendapati ketidakbijakan saudara saya sendiri yang saat selesainya terjadi kebakaran adalah sebagai "simbolis" atau "penggerak" dari koordinator penggalan untuk musibah itu sendiri.

Ketidakbijakan itu terjadi ketika, saya dan keluarga saya tidak tercantum namanya disebuah kertas yang dimiliki oleh Pemda untuk penggantian sebuah dana dari musibah kebakaran itu.

Saya tidak habis pikir kenapa ini terjadi, semua orang pun tidak ingin musibah itu datang.

Saya juga tidak habis pikir apa yang ada di kepala saudara saya sendiri yang saat itu tidak mencatat nama keluarga saya disalah satu kertas milik Pemda untuk penggantian dana  tersebut.

Inilah yang membuat saya emosi, saudara sendiri itu ternyata tak berlaku ketika ada kesempatan yang terbuka untuk sebuah uang semata.

Ketika saya sedang mengalami musibah seperti ini, mereka malah bersenang-senang ya mengambil hak kamu yang bukan hak miliknya sendiri, sungguh ironis.

Disini saya tidak akan berbuat apa apa, karena untuk saat ini saya memang tidak kuat bahkan sama sekali tidak punya apa apa hehe, tapi insyaAllah saya masih punya Allah SWT yang masih bisa memberi saya dan keluarga saya rezeki lebih dari itu semua, Amin.

Mungkin ini tulisan tidak berlaku bagi kalian yang membaca, tapi ini berlaku buat saya yang sedang melewati fase terburuk dalam diri saya. Semoga ini menjadi pembelajaran buat kami tentunya

Pesan saya untuk kalian,  Mencari kesempatan ditengah musibah, apakah kalian waras?

Sekian.

Maka, kau harus Maluku untuk mencintaiku

 Oleh temanku, Rahmat Hidayat Madubun (Sombanussa) Pagi ketika aku terbangun, ketika pintu terbuka,jendela terbuka, aku masih tekun merindui...