Kemarin, telah kurebahkan secangkir kopi diatas pasir, dibawah langit jingga Jakarta. Setelah ku sadari sendiri, tak pernah ku tampakkan kau dengan sebilah wajahmu dalam bayang-bayang semuku.
Lima ratus tiga puluh menit kuhabiskan waktu untuk menulis tentang pribadimu, sambil sesekali ku dengar "Anyer 10 maret" dari platform music yang ku putar, sialnya itu tak pernah cukup untuk menghadirkanmu jauh lebih anggun dari anganku tentang bagaimana caranya menerjemahkanmu
Ketahui, lah - La
Aku, tak pernah cengeng dalam setiap apa yang kau sedukan tentang pertikaian terakhir kita. Tak pernah sedikitpun untuk kembali menginvansimu dari apa yang kau tempuh. Untuk setiap cangkir kopi yang kau seduhkan padaku kala kau menjamu, itu telah ku campur bersama air mata yang menetes dari matamu yang sembab
Apabila Tuhan jadi mengabulkan semua doaku tentangmu kemarin, akan ku bawa kau.. ke puncak gunung Semeru. Kuceritakan bagaimana hebatnya kau kepadanya, dan aku berjanji, bahwa kau adalah salah satu alasan kenapa aku sering pergi ke gunung sendirian, lalu dipuncaknya.. kan ku sediakan kau secangkir kopi rasa cinta yang kutambahkan sedikit rasa luka dari perasaanku yang hilang.
Ketahui, lah - La
Apakah kau maaih ingat?
Kala temaram hadir di bawah langit Matraman. Pernah ku berucap padamu: "Semua akan selesai, apabila dengan bicara.. Maka kompromilah." Lalu kau hanyutkan senyumanmu sambil di ikuti kepalamu yang menaruh diatas pundaku yang usang sehabis pulang kerja
Aku disini, ditepi pantai sedang melamun sembari menghabiskan sebatang filter, lamunanku menatap kencang dalam matamu, lewat kalbu doaku kala itu tak padam dan tak hampir mati, jika kau tak temui makna dari doa lamunanku, tanyakan saja pada kepergianmu, La
Sehabis kau pergi bersama ribuan kemaklumanmu
Tak pernah lagi kudapatkan, sebuah kompromi bicara begitu anggun dari sebuah pita suara halusmu.
Tak pernah lagi kudapatkan lembut sikap konyolmu dikala ku mencoba marah sedikit padamu
Semoga saja, Tuhan jadi mengabulkan doaku